Mengapa Bulan Februari Hanya Ada 28 Hari? Berikut Penjelasannya

Buletin Indonesia News.com

CIAMIS, Jabar- Di tahun 2023, kita sudah memasuki bulan Februari dimana ada 28 hari di dalamnya. Namun, banyak yang belum tahu mengapa di bulan kedua ini hanya sampai tanggal 28 saja. Apalagi kalender yang saat ini digunakan oleh dunia sebagai standar internasional adalah kalender Gregorian atau disebut dengan kalender Masehi.

Dilansir dari buku “Sejarah Penemuan Kalender” oleh S Armelia F, kalender Gregorian ini adalah kalender murni matahari yang siklusnya bertemu setiap 400 tahun atau 156.097 hari. Jumlah hari yang terdapat di kalender tersebut adalah 365 hari dalam satu tahun. Selain itu, setiap tahun yang habis dibagi empat tahunnya akan memiliki 366 hari atau yang biasa disebut dengan tahun kabisat.

Jadi mengapa harus 28 hari?

Semua itu bermula dari kepercayaan bangsa Romawi atau bangsa leluhur kalender Gregorian. Saat masa pemerintah Romulus, kalender dalam satu tahun hanya terbagi menjadi 10 bulan dan belum ada bulan Januari dan Februari. Karena menurutnya, masa antara bulan Desember sampai Maret tidak penting lantaran tidak berkaitan dengan masa panen.

Lalu, saat Numa Pompilius menjadi raja selanjutnya, kalender pun dirubah menjadi lebih akurat dengan siklus lunar yang ada. Maka dari itu kalender 10 bulan tadi membutuhkan 2 bulan baru supaya genap menjadi 365 hari. Dari situlah Numa Pompilius menambahkan Januari dan Februari kedalam penanggalan baru sehingga total bulan yang ada di kalender Romawi menjadi 12.

Selanjutnya, jika mengutip dari buku “Matematika Kalender” oleh Riyanto, diketahui pada jaman dahulu bangsa Romawi kesulitan membuat kalender yang baik. Hal itu disebabkan karena kepercayaannya yang menganggap angka genap merupakan angka sial. Tetapi ada pengecualian untuk bulan Februari yang hanya memiliki 28 hari, sehingga jika nanti dijumlahkan totalnya menjadi ganjil, yaitu 365 hari dalam satu tahun.

Hanya saja kalender Romawi ini direformasi oleh Julius Caesar dengan tahun matahari (365 hari 6 jam) sebagai dasar kalender. Umur bulan juga ditetapkan menjadi 30 sampai 31 hari, dan untuk menjaga kelebihan jam, dibuatlah tahun yang umurnya 366 hari setiap tahun keempat.

Karena itulah penanggalan Februari hanya sampai tanggal 28 akibat mengacu dari sistem kalender yang dibuat oleh Julius Caesar yang disebut dengan kalender Julian. Tetapi kemudian kalender ini direformasi lagi oleh Paus Siklus IV sehingga namanya menjadi kalender Gregorian, karena kalender Julian dianggap sudah tertinggal dengan kalender matahari kurang lebih sampai seminggu.

Salah satu bentuk reformasi kalender Gregorian adalah setiap tahun keempat disebut sebagai tahun kabisat, kecuali tahun abad yang tidak bisa dibagi dengan 400, misalnya 1700, 1800, 1900. Jadi penyebutan tahun kabisat ini hanya untuk tahun yang bisa dibagi dengan 400, seperti 1600, 2000, 2400. Peraturan kabisat ini menjadikan kalender lebih akurat.