Setnov Mundur, Sudirman Said sebut DPR Tak Lagi Terbebani

Buletin Indonesia News

Jakarta,– Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said angkat suara terkait mundurnya Setya Novanto sebagai Ketua DPR. Sudirman yang pernah mengungkap skandal Papa Minta Saham yang diduga melibatkan Novanto tersebut menilai pengunduran diri tersangka kasus korupsi e-KTP itu dapat tidak lagi membebani DPR.

“Info yang Saya dapat, SN sudah menyampaikan pengunduran diri dari kedudukan sebagai Ketua DPR. Semoga ini benar. Sehingga DPR sebagai lembaga terhormat tidak terbebani proses hukum yang harus dijalani SN,” kata Sudirman, yang juga salah satu pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) melalui keterangan tertulis, Senin (11/12/17).

Terkait kasus Novanto, Sudirman menyebutkan satu per satu, perangkat yang mendukung siasat-siasat pelecehan hukum Novanto sudah rontok. Para pendukungnya di Partai Golkar pun mulai balik badan. Bahkan, dua pengacaranya pun telah mengundurkan diri.

“Ini memberi pesan dan menjadi bukti bahwa kejahatan tak bisa disembunyikan terlalu lama. Juga memberi pelajaran bahwa uang bukan segalanya,” ujarnya.

Sudirman Said hadir dalam diskusi memperingati hari antikorupsi dunia, Sabtu (9/12) di Jakarta. Selain Sudirman Said, tampil juga sebagai pembicara peneliti LIPI Siti Zuhro, pakar hukum tata negara Refly Harun, pengamat kebijakan publik Said Didu, dan Najwa Shihab. Dalam kesempatan itu ditampilkan juga wayang politik dengan dalang Ki Rohmad Hadiwijoyo.

“Malam itu kita berkumpul bukan hendak merayakan tertangkapnya Setnov, karena tidak baik berbahagia di atas penderitaan orang. Kita berhimpun di sini ingin menggarisbawahi bahwa korupsi merupakan persoalan besar negara kita, dan di banyak negara lain. Dan karena itu upaya pemberantasan korupsi harus terus dipacu. Para aktivis dan pegiat gerakan antikorupsi harus terus memperkuat diri,” katanya lagi.

Lebih lanjut, Sudirman mengungkapkan, sejak KPK mulai menjalankan tugasnya, kasus-kasus korupsi dan pelaku yang berhasil ditindak luar biasa masif. Hari ini, jika dilihat deretan elit nasional, hampir seluruh pimpinan lembaga tinggi negara terlibat dalam kasus korupsi, seperti Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, BPK, DPD, DPR.

“Ini suatu landskap politik yang sama sekali tidak membanggakan sebagai bangsa,” lanjut Sudirman

Sudirman menyebutkan, hingga kini sudah 643 pelaku korupsi yang ditangani KPK. Sejumlah 237 di antaranya adalah politisi: Gubernur, Bupati/Walikota, anggota DPR dan DPRD. Selebihnya, pejabat eselon I, II, III, hakim, jaksa, duta besar, sampai komisioner. Hasil kajian Laboratorium Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) nilai kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 203,9 triliun.

“Melihat perilaku korup para pemimpin politik, yang terus saja terjadi, kita harus mengkaji apa yang salah dengan proses rekrutmen kepemimpinan kita,” ujarnya.

Menurut Sudirman, ada ‘missmatch’ yang sangat kentara, yaitu orang-orang berintegritas dan punya kemampuan enggan masuk ke dunia politik. Sebaliknya politik diisi oleh banyak aktor yang super pragmatis dan mudah terjebak dalam pusaran korupsi.

Sementara, pelajaran dari kasus Novanto, mantan Menteri ESDM ini mengibaratkan ‘sepandai-pandai tupai akrobat akhirnya jatuh juga’. Seharusnya memberi efek jera, bagi para pemimpin politik untuk tidak masuk ke urusan-urusan korupsi.

“Kasus E-KTP harus menjadi momentum bagi perbaikan tata kelola negara, perilaku pejabat publik, perilaku pemimpin politik,” kata Sudirman yang berniat maju dalam Pilgub Jawa Tengah ini.

Sumber : Merdeka

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *