Tokoh Papua : Kami Tak Lebih Penting daripada Palestina

Buletin Indonesia News

Papua,– Tokoh masyarakat Papua, John Jonga kecewa dengan penyelesaian kasus hak asasi manusia di Papua oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, pemerintah lambat menangani persoalan HAM di Papua.

John menyindir Pemerintah yang terkesan cepat dalam merespons pernyataan sepihak Presiden Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel serta memberikan dukungan untuk kemerdekaan Palestina.

Hal berbeda dengan penanganan persoalan di negaranya sendiri. Pemerintah dianggap mengesampingkan kasus HAM di Papua.

“Papua tidak lebih penting daripada Palestina,” kata John saat Seminar Nasional Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK untuk Papua di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, kemarin.

Dia mengkritik tim penanganan kasus HAM Papua yang dibentuk Pemerintah. John menilai sampai saat ini belum ada aksi dan gerakan nyata dari tim tersebut untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua.

“Aksi dan gerakannya khayal, tidak ada apa-apa, apa yang mau diharapakan untuk penegakkan hukum,” ungkapnya.

John juga menyinggung kinerja Kejaksaan Agung dan Komnas HAM yang diberi amanat untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua namun terkesan lambat. Pasalnya, kata John, di masa Pemerintahan Jokowi tidak ada satu pun kasus pelanggaran HAM di Papua yang bisa diselesaikan.

Sementara LIPI menilai kasus pelanggaran HAM di Papua masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Tim investigasi yang dibentuk belum menunjukkan hasil penyelesaian kasus HAM di Papua.

Ketua Tim Kajian Papua LIPI Andriana Elisabeth mengatakan, Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM telah membentuk tim terpadu untuk menanggulangi kasus pelanggaran HAM berat di Papua dan Papua Barat.

“Tim investigasi HAM sudah dibentuk tapi kemajuan belum bisa dirasakan, penanganan cenderung lambat karena pemahaman kurang soal HAM. Ada kesan menghindar soal HAM karena terkesan hanya masalah sipil politik,” kata Andriana.

Menurut Andriana, kasus pelanggaran HAM di Papua tidak hanya terkait dengan para korban. Namun juga, kasus yang terjadi karena ada perlawanan orang Papua terhadap pihak asing atas tanah adat mereka yang dirampas.

“Ketika masyarakat adat mempertahankan hak adat, tanah adat, dianggap kelompok antipembangunan,” pungkasnya.

Sementara itu, Asisten Deputi I bidang Koordinasi Desentralisasi dan Otonomi Daerah Kemenko Polhukam Syafii mengatakan, tim terpadu di bawah Kemenko Polhukam masih terus bekerja hingga saat ini.

Tak hanya itu, tim tersebut juga berkoordinasi dengan Komnas HAM untuk segera bisa menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Papua.

“Tidak ada keinginan kami untuk menunda tapi ada proses administrasi yang harus kami lakukan, kami ingin menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua,” kata Syafii.

Di sisi lain, Andriani berpendapat, salah satu cara untuk menyelesaikan masalah di Papua adalah dengan melakukan dialog dengan masyarakat di Papua.

“Yang terpenting dialog jadi bagian proses demokratisasi harus jadi satu pemikiran dan direalisasikan,” ujar Andriana.

Pasalnya, menurut Andriana jika pendekatan kekerasan yang masih digunakan untuk menyelesaikan masalah, nantinya justru Indonesia akan mengalami kemunduran demokrasi dan melunturkan nasionalisme.

“Penghentian kekerasan, penataan aparat keamanan dan intelijen juga harus dilakukan,” ungkapnya.

Sumber : CNN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *